Kamis, 26 Desember 2013

Konsep Mendidik Anak : Tidak Cukup Dengan 'Pendidikan' Saja

Pendidikan yang diterapkan oleh masyarakat terkadang masih menjadi sebuah pertanyaan, atau perenungan terutama dalam hubungan orang tua terhadap anak. Bukan suatu kegagalan, namun kurang puasnya sebuah
didikan yang diberikan dan yang diterima, terlebih oleh yang memberi (guru atau orang tua). Namun diluar itu pendidikan orang tua yang diberikan kepada anak juga mengalami hal yang sama.

Prakteknya  sering terdengar keluhan orang tua melihat anak-anaknya yang kurang atau bahkan tidak sesuai yang diharapkannya. Meskipun orang tua juga telah memaksimalkan usahanya dalam mendidik anak. Namun yang apakah peran pendidikan itu yang mengharapkan hanya orang tua saja? Tidak memandang keinginan anak? Tentu saja tidak, begitu sebaliknya orang tua juga tidak bisa memberikan sepenuhnya keinginan anak karena ada beberapa faktor yang ada.

Dalam mendidik seorang anak mungkin tidak hanya cukup dengan memenuhi kebutuhan pendidikan anak atau memenuhi keinginan orang tua yang mendidik anak, namun faktor emosional orang tua dan anak yang kurang diperhatikan, karena banyak contoh anak yang sekolahkan sesuai keinginan orang tua dan memenuhi segala keinginannya terkadang mengecewakan, atau memaksa supaya masuk ke sekolah yang tidak sesuai keinginan anak juga tidak berhasil. Tidak dalam hal pendidikan formal saja, namun dalam aktivitas sehari-hari pun sama. Dari hal ini sebuah kedekatan emosional memang tidak bisa di abaikan begitu saja.

Karena dari hubungan emosional iniah yang menjadi dasar seorang anak menjadi segan terhadap orang tua. Dalam menjalin hubungan ini contoh kecil memberikan pujian, atau sekedar ngobrol bersama sambil makan atau nonton telivisi ini akan semakin terasa sebuah  kasih sayang orang tua dan secara mental orang tua akan bisa membaca keadaan anak. Untuk melanjutkan kedalam pendidikan lain pun anak akan terasa segan dan mempunyai tanggung jawab dari sebuah komitmen sebuah  kedekatan yang dibangunnya.

Budaya  “Sing penting pinter” terlalu meracuni dan seolah melepaskan tanggung jawab mental orang tua yang diserahkan kepada guru atau pengajar yang lain. Kedekatan orang tualah yang menjadi pondasi mental dan keseganan anak bias mengaplikasikan “dadi bocah kue mendem njero njunjung duwur”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar