Rabu, 26 Maret 2014

TEORI PSIKOLOGI KEPRIBADIAN: GORDON W. ALLPORT


PEMBAHASAN
1.      Biografi Gordon Allport
Gordon Alport lahir pada tahun 1897 di Montezuma, Indiana. Dia adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Karena bersifat pemalu dan selalu ingin belajar, dia menghabiskan masa kecil yang agak terisolasi dari pergaulan. Karena ayahnya adalah seorang dokter desa, Gordon tumbuh di tengah-tengah pasien, perawat dan petugas sebuah rumah sakit kecil. Setiap orang beerja keras. Masa kecilnya sangat menyenangkan dan relatif tidak ada peristiwa yang mengguncang.
Allport sering mengulang sebuah cerita dalam biografinya. Saat berusia 22 tahun, dia pergi ke Wina. Dia berencana bertemu dengan
Sigmund Freud. Dia menceritakan beberapa pengamatan yang telah ia lakukan sebelum bertemu Freud. Dia bercerita tentang seorang anak laki-laki yang duduk di atas bus dengan gelisah, karena dia duduk di bangku yang sebelumnya diduduki oleh seorang pengemis dekil. Gordon menganggap hal ini sama dengan ajaran ibunya untuk selalu menjaga kebersihan.
Freud bukannya menanggapi pengamatan yang dilakukan Gordon ini, tapi malah melihat cerita ini seagai ekspresi dari proses yang lebih dalam dan berasal dari alam bawah sadar Gordon. Freud langsung berkomentar, “Dan anak kecil itu kamu sendiri, bukan?”.
Pengalaman ini menyadarkannya bahwa psikologi ala Freud kadang-kadang menggali terlalu dalam, sementara behaviorisme kadang-kadang malah tidak menggali apa-apa.
Allport meraih gelar doktor psikologi tahun 1922 dari Harvard, yang mengkuti jejak kakaknya, Floyd, yang kemudian menjadi seorang psikolog sosial terkenal. Kariernya dihabiskan untuk mengembangkan teori, mengkaji persoalan-persoalan sosial, seperti prasangka, kecurigaan komunal dan sebagainya, serta mengembangkan tes kepribadian. Dia meninggal di Cambridge Massachusetts tahun 1967.[1]
2.      Struktur dan Dinamika Kepibadian Allport
Sikap eclectis Allport nyata sekali dalam banyak konsepsi (pengertian) yang diterimanya sebagi suatu yang berguna untuk memahami tingkah laku manusia. Allport berpendapat bahwa masing-masing pengertian seperti refleks bersyarat (conditioned reflex), kebiasaan (habit), sikap (attitude), sifat (trait), diri (self) dan kepribadian (personality), itu kesemuanya masing-masing adalah bermanfaat. Tetapi walaupun semua pengertian diatas diterima dan dianggap penting, namun tekanan utama diletakkan-nya pada sifat-sifat (traits), sedangkan disamping itu sikap (attitudes) dan intensi (intensions) diberinya edudukan yang kira-kira sama sehingga ada yang menamakan psychology Allport itu adalah “Trait Psychology”.[2]
Tentang trait itu terlebih dahulu marilah kita pelajari dulu definisi kepribadian menurut Gordon Allport.
3.      Pengertian Kepribadian, Watak dan Tempramen
Sebelum Allport mengemukakan tentang definisi kepribadian individu, masyarakat publik telah mengenal puluhan definisi yang dikemukakan oleh ahli-ahli di bidang masing-masing. Allport kemudian menghimpun definisi-definisi tersebut dan menggolong-golongkannya sesuai dengan etimologi (sejarah pengertiannya), sesuai dengan arti teologis, filosofis, sosiologis, sesuai dengan hubungan lahiriahnya, dan berdasarkan pada arti psikologis. Berbagai definisi yang berhasil dihimpunnya itu kemudian dijadikannya sebagai dasar berpikir guna merumuskan definisi kepribadiannya.
A.     Definisi Kepribadian Menurut Allport
Semula Allport memberikan definisi kepribadian dengan sangat singkat. Ia menyatakan bahwa kepribadian didefinisikan untuk mengakomodasi tentang fakta manusia menrut pemikirannya. What a man really is.
Menurut Allport kepribadian didefinisikan sebagai suatu organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psychophysis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan dirinya terhadap sekitar.
Digunakannya istilah organisasi dinamis dalam definisi menurut Allport  tersebut tercetus oleh realitas bahwa kepribadian selalu berkembang dan berubah dari waktu ke waktu meskipun padanya terdapat komponen yang mengikat dn menghubungkan berbagai komponen dari kepribadian itu sendiri. Kepribadian bukanlah suatu mental yang sifatnya eksklusif semata-mata, melainkan semua komponen yang menyusun kepribadian adalah satu kesatuan yang melingkupi tubuh dan jiwa seseorang. Untuk menyatakan hal ini Allport menggunakan istilah psychophysical.[3]
Dalam referensi lain, penggunaan istilah “Khas” dalam batasan Allport itu memiliki arti bahwa setiap individu bertingkah laku dalam caranya sendiri karena setiap individu memiliki kapribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang yang berkepribadian sama, dan karenanya tidak akan ada dua orang pun yang bertingkah laku sama.[4]
B.     Watak (Character)
Walaupun istilah kepribadian dan watak sering kali digunakan secara bertukar-tukar, namun Allport menunjukkan bahwa basanya kata watak menunjukkan arti normatif, serta menyatakan bahwa watak adalah pengertian etis dan Allport juga menyatakan bahwa “Character is personality evaluated, and personalityis character devaluated”, yang artinya watak adalah kepribadian yang dinilai, dan kepribadian adalah watak tak dinilai.[5]
Ia menunjukkan bahwa watak pada umumnya menuunjukkan arti normatif. Dengan demikian, kata watak akan lebih tepat dipergunakan untuk menyatakan hal-hal perbuatan yang bersifat etis.
Dari uraian ini jelas adanya perbedaan antara watak dan kepribadian. Maka, kekeliruan yang sering terjadi selama ini telah dilururskan dan seyogyanya tidak  terulang lagi.[6]
C.     Temprament
Pengertian temprament dan kepribadian juga sering dikacaukan. Namun sebenarnya umum mengakui adanya perbedaan diantara keduanya. Temprament adalah disposisi yang sangat erata hubungannnya denfgan faktor-faktor bilogis atau fisiologis dan karenanya sedikit sekali mengalami modifikasi perkembangan. Peranan keturunan disini lebi penting/besar daripada sei-seg kepribadian yang lain.
Bagi Allport temprament adalah bagian khusus dari kepribadin yang diberikannya definisi sebagai berikut :
Tempramet adalah eala karakteristik daripada sifat emosi individu, termasuk mudak tidaknya terkena rangsangan emosi, kekuatan serta kecepatannya bereaksi, kwalitet kekuatan suasana hatinya, dan segala cara dari fluktuasi dan intensitet suasana hati, gelajala ini tergantng kepada faktor konstitusioal, dan karenanya terutama berasal dari keturunan.[7]
4.      Sifat (Traits)
Traits ini berfungsi untuk mengintegrasikan kebiasaan, sikap, dan keterampilan kepada pola-pola berpikir, merasa dan bertindak. Sementara konsep diri berfungsi untuk mengintegrasikan kapasitas-kapasitas psikologis dan prakarsa-prakarsa kegiatan.
Traits dapat diartikan sebagai aspek atau dimensi kepribadian yang terkait dengan karakteristik respon atau reaksi seseoorang yang relatif konsisten (ajeg/istiqomah) dalam rangka menyesuaikan dirinya secara khas. Diartikan juga sebagai kecenderungan yang dipelajari untuk mereaksi rangsangan dari lingkungan. Deskripsi ini menggambarkan bahwa traits merupakan kecenderungan-kecenderungan yang dipelajari untuk (a) mengevaluasi situasi, dan (b) mereaksi situasi dengan cara-cara tertentu.[8]
Sifat yang melekat pada diri individu tak lepas dari pengamatan Allport dalam penyelidikan psikologi. Bahkan, dari hasil pengamatan atau penyelidikannya, akhirnya Allport berhasil menyusun suatu definisi tentang sifat yang melekat pada individu-indivdu.
Menurutnya, sifat adalah sistem neurophysis yang digeneralisasikan dan diarahkan dengan kemampuan untuk menghadapi macam-macam perangsang secara sama. Sifat berperan penting dalam memulai dan membimbing tingkah laku adaptif serta ekspresi secara sama.
Hal penting yang perlu diketahui berkaitan denga sifat bahwa kecennderungan tidak hanya terikat kepada sejumlah kecil perangsang atau reaksi, tetapi oleh adanya keseluruhan pribadi individu yang bersangkutan.
Sementara yang dimaksud dengan sistem neurophysis oleh Allport untuk mempertegas bahwa traits benar-benar ada pada diri setiap individu. Hal itu ditekankan oleh Allport karena dalam kalangan masyarakat beredar pro dan kontra tentang pendapat yang menyatakan bahwa traist memang benar-benar ada pada diri individu dan menentukan kepribadiannya.[9]
5.      Propium dan Pembentukan Kepribadian Individu
Pada pembicaraan masalah kepribadian individu tidak dapat dilepaskan dengan masalah fungsi Ego (Self). Allport mengemukakan pendapatnya dalam penggunaan istilah self untuk emnyyatakan ego sebaiknya diganti dengan istilah Propium (propiate function). Tujuannya tidak lain dan tidak bukan yaotu untuk menghindarkan dari kekaburan dan arti kusus mengenai istilah tersebut. Allport mengemukakan istilah propium guna mencakup hal-hal kesadaran jasmani, self-identity, self-esteem, self extention, rational, thingking, self image, propiators-triving, dan fungsi mengenal.
Propium keberadaanya dalam diri individ  tidak dibawa semenjak dilahirkan ke dunia, tetapi berkembang seiring dengan perkembangan individu dalam kehidupan. Propium dinlai penting perannya dalam pembentukan kepribadian setiap individu karena disinilah letaknya akar ketetapan yang memutuskan suatu sikap, intensi, dan segala perubahan yang menuju pembentukan kepribadian individu. Dengan demikian, propium merupakan suatu hal yang vital bagi penentuan kepribadian setiap individu. Itulah sebabnya Allport menanggap penting hal ini dan tidak terlepas dari penyelidikan-pengyelidikan psikologi seputar kepribadian manusia yang pernah dilakukannya.[10]
Sebenarnya masih banyak teori-teori Allport dalam bidang ini, masih ada pembahasan tentang functional autonomy dan lain-lain. Akan tetapi kami cukupkan dulu sampai disini, kiranya supaya pembaca dapat memahami sebagai pengantar dari teori-teori Allport ini sendiri.


BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Allport adlah salah satu teoritikus yang benar tentang banyak hal dan mampu melampaui zamannya. Teorinya adalah salah satu teori humanistik paling awal dan berpengaruh besar pada teoritikus-teoritikus besar lainnya.
Namun kelemahan teorinya adalah penggunaan kata sifat yang menyebabkan tidak diterimanya dia di kalangan behavioris, yang memang tidak mau mengkaji apa pengertian dasar yang diberikan Allport pada kata ini.
Tapi itulah kelemahan psikologi secara umun dan terutama psikologi kepribadian, mengabaikan masa lalu, teori dan penelitian-penelitian orang lain.
B.     Saran
Adapun makalah ini kami sadari adalah kurang dari kata sempurnya, jadi sangat diharapkan adanya masukan berupa saran dan kritik agar tulisan ini menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.


DAFTAR PUSTAKA
Boeree, George, Personality Theories. Jogjakarta: Prismasophie, 2005
Koswara, E, Teori-Teori Kepribadian. Bandung: PT Eresco, 1991
Prawira, Purwa Atmaja, Psikologi Kepribadian. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013
Sujanto, Agus, dkk, Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Askara, 1997
Yusuf, Syamsul LN, M.Pd. dkk, Teori Kepribadian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008


[1] Dr. C. George Boeree, Personality Theories. (Jogjakarta: Prismasophie,2005),hlm.433-434
[2] Drs. Agus Sujanto dkk, Psikologi Kepribadian. (Jakarta: Bumi Askara, 1997),hlm. 93
[3] Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Kepribadian. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013),hlm. 262-263
[4] E. Koswara, Teori-Teori Kepribadian. (Bandung: PT Eresco, 1991),hlm.11
[5] Drs. Agus Sujanto dkk, Psikologi Kepribadian. (Jakarta: Bumi Askara, 1997),hlm. 95
[6] Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Kepribadian. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013),hlm. 263
[7] Drs. Agus Sujanto dkk, Psikologi Kepribadian. (Jakarta: Bumi Askara, 1997),hlm. 95
[8] Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd. dkk, Teori Kepribadian. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2008),hlm.10
[9] Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Kepribadian. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013),hlm. 265
[10] Ibid,hlm.273

Tidak ada komentar:

Posting Komentar