A. Psikologi Dipengaruhi Oleh Filsafat
Di tengah
maraknya mitologi lahirlah filsafat sebagai prestasi awal manusia dalam mengembangkan pengetahuannya, meskipun
di masa itu hasil pemikiran masih
sederhana dan bersifat umum. Mulai dari masa filsafat ini berkembanglah ilmu
pengetahuan sebagaimana yang ada sekarang. Maka dari itu filsafat disebut
sebagai mater scientarium (induk segala ilmu).[1]
Manusia
sebagai makhluk hidup juga merupakan
objek dari filsafat yang antara lain membicarakan soal hakikat kodrat manusia, tujuan hidup, dan sebagainya. Sekalipun psikologi pada akhirnya memisahkan diri dari filsafat, karena metode yang ditempuh sebagai sebabnya, tetapi psikologi masih tetap mempunyai hubungan dengan filsafat.[2]
objek dari filsafat yang antara lain membicarakan soal hakikat kodrat manusia, tujuan hidup, dan sebagainya. Sekalipun psikologi pada akhirnya memisahkan diri dari filsafat, karena metode yang ditempuh sebagai sebabnya, tetapi psikologi masih tetap mempunyai hubungan dengan filsafat.[2]
Psikologi
memisahkan diri dan menjadi sebuah disiplin ilmu tepatnya pada tahun 1879 setelahnya Wilhem Wundt membuka secara resmi
sebuah labolatorium psikologi pertama di dunia yang kemudian berkembang menjadi
“Institut Psikologi Eksperimental” pada tahun 1894 di Leipzig dan juga
merupakan institusi pertama di dunia.[3]
1. Socrates (469-399 SM)[4]
Pandangan
Socrates yang terpenting adalah bahwa pada diri setiap manusia terpendam
jawaban mengenai berbagai persoalan dalam dunia nyata. Karena itu setiap orang
sesungguhnya bisa menjawab semua persoalan yang dihadapinya. Masalahnya adalah
pada orang itu sendiri, kebanyakan mereka tidak menyadari bahwa dalam dirinya
terpendam jawaban bagi persoalan yang dihadapinya. Karena itu menurut Socrates
perlu ada orang lain yang ikut mendorong ide-ide yang masih terpendam itu. Maka
pekerjaan Socrates sehari-hari adalah berjalan-jalan di tengah kota,
berkeliling di pasar-pasar untuk berbicara dengan orang yang dijumpainya untuk
menggali jawaban yang terpendam mengenai berbagai persoalan. Metodenya ini
kemudian disebut Socratic Method yang memiliki pengertian Maieutics
(menarik ke luar seperti yang dilakukan bidan). Pengertian tentang diri sendiri
ini menurut Socrates sangat penting untuk setiap individu. Adalah kewajiban
setiap individu untuk mengetahui dirinya sendiri terlebih dahulu kalau ingin
mengetahui hal-hal lain di luar dirinya.
Maieutics ini pada tahun 1943 dikembangkan oleh Carl R. Rogers menjadi teknik dalam psikoterapi yang disebut teknik Non-Direktif, di mana psikolog atau psikoterapis berusaha menggali persoalan-persoalan pasien sedemikian rupa sehingga pasien menyadari sendiri persoalan-persoalannya itu tanpa terlalu diarahkan oleh psikolog atau psikoterapis.
Maieutics ini pada tahun 1943 dikembangkan oleh Carl R. Rogers menjadi teknik dalam psikoterapi yang disebut teknik Non-Direktif, di mana psikolog atau psikoterapis berusaha menggali persoalan-persoalan pasien sedemikian rupa sehingga pasien menyadari sendiri persoalan-persoalannya itu tanpa terlalu diarahkan oleh psikolog atau psikoterapis.
2. Plato (427-347 SM)[5]
Dia adalah
penganut dualisme yang mengatakan bahwa dunia kejiwaan berisi ide-ide yang
berdiri sendiri. Hal ini terutama terjadi pada kaum dewasa dan intelektuil yang
dapat membedakan antara jiwa dan badan. Berbeda dengan anak-anak yang menganggap
jiwa dan badan adalah sama. Kemudian Plato membagi jiwa menjadi tiga bagian;
a. Berpikir, berpusat pada otak dan
disebut logisticon
b.
Berkehendak, berpusat di dada dan
disebut thumeticon
c. Berkeinginan, berpusat di perut dan
disebut abdomen
Pembagian ini
disebut Thricotomi dari Plato. Selanjutnya pembagian psyche
(jiwa) ke dalam tiga bagian itu ada hubungannya dengan pembagian kelas
masyarakat, sebagaimana berikut ;
a.
Filsuf, yang mempunyai fungsi
berfikir di masyarakat.
b. Serdadu, yang mempunyai fungsi
berperang untuk memenuhi dorongan dan kehendak masyarakat.
c. Pekerja, yang fungsinya bekerja
untuk memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Menurut Plato
dari ketiga bagian itu yang terpenting adalah fungsi berfikir. Keadaan jiwa
seseorang dan arah perkembangannya dipengaruhi oleh fungsi berfikir orang yang
bersangkutan. Dalam masyarakat pun para filsuflah yang paling berpengaruh.
Karena pahamnya itu Plato sering disebut seorang rasionalis yang lebih
mementingkan rasio.
Selain itu
faham Plato yang lainnya adalah bahwa setiap orang sudah ditetapkan sejak
lahirnya satus atau kedudukannya dalam masyarakat. Apakah dia akan menjadi
filsuf, serdadu, atau pekerja. Paham ini disebut “determinisme” atau
“nativisme”. Maka ia percaya bahwa tiap orang dilahirkan dengan kekhususan
sendiri, manusia dilahirkan tidak sama, sehingga Plato adalah pemula dari paham
individual difference, yaitu paham yang menyatakan bahwa manusia itu
bebeda dengan manusia lainnya.
3. Aristoteles (384-322 SM)[6]
Walaupun dia
adalah murid Plato, namun dia memiliki paham tersendiri. Dia berpendapat bahwa segala
sesuatu yang berbentuk kejiawaan (form) harus menempati suatu wujud
tertentu (matter). Dan wujud ini merupakan ekspresi dari jiwa. Hanya
Tuhanlah satu-satunya hal yang tanpa wujud. Dengan pahamnya ini Aristoteles
dikenal sebagai penganut paham empirisme, karena segala sesuatu harus bertolak
dari realita.
Mengenai hal
psikologi, Aristoteles berpendapat bahwa setiap benda mempunyai dorongan untuk
tumbuh dan menjadi sesuatu sesuai dengan tujuan yang sudah terkandung dalam
benda itu sendiri. Sebutir jagung misalnya, mempunyai tujuan dan dorongan untuk
menjadi pohon jagung. Dengan demikian kalau biji itu ditanam dan dipelihara
dengan baik maka biji itu akan menjadi pohon jagung. Dengan pahamnya ini Aristoteles
dikenal juga sebagai penganut paham “teleologis” (telos=tujuan).
Selanjutnya dia membedakan apa yang disebutnya “hule” dan “morphe”.
Hule adalah yang terbentuk dan morphe adalah yang membentuk.
Benda dalam alam tidak tumbuh berkembang begitu saja, melainkan dikembangkan
menjadi sesuatu. Maka, sebelum benda itu terwujud, benda itu berupa
kemungkinan.
4. Rene Descrates (1596-1960)[7]
Konsepnya
tentang psikologi bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari kesadaran. Jadi
kesadaran adalah faktor yang paling menentukan dalam psikologinya. Karena itu
hingga saat ini aliran psikologi yang mementingkan kesadaran disebut juga
psikologi CARTIAN.
Ia menerangkan
tingkah laku hewan dalam prinsip mekanistis. Dia mengemukakan konsep “reflex
arc” untuk menerangkan semua tingkah laku pada hewan dan sebagian besar
pada manusia. Berdasarkan prinsip ini hewan dan sering kali juga manusia
bereaksi terhadap rangsangan yang datang dari lingkungan. Suatu rangsangan yang datang dari lingkungan
diterima oleh alat indera dan disalurkan melalui saluran syaraf tertentu ke
otak dan otak mengolah impuls yang masuk itu kemudian memberi instruksi kepada
otot anggota tubuh melalui saluran syaraf pula agar anggota tubuh itu membuat
gerakan-gerakan yang sudah ditentukan untuk merespon rangsangan tersebut.
Pada awal abad
XX, J.B. Watson seorang sarjana Amerika Serikat yang juga menganut konsep reflex
arc ini mempercayai bahwa segala tingkah laku manusia sebenarnya tidak lain
dari jalinan reflex ini belaka. Tetapi Descrates sendiri pada masanya tidak
berpikiran seekstrim itu. Justru ia berpendapat bahwa tigkah laku manusia
berbeda dari tingkah laku hewan. Meskipun manusia juga tunduk pada prinsip
mekanistis, namun manusia mempunyai kebebasan memilih. Dan kebebasan memilih
inilah yang tidak ada pada hewan. Dengan kebebasan memilihnya ini maka manusia
dapat melakukan tingkah laku yang mandiri “self initiate behaviour”, dan
hewan dalam tingkah lakunya selalu tergantung pada situasi atau rangsangan yang
datang dari lingkungan. Dalam memilih tingkah lakunya, manusia menggunakan
akalnya. Demikianlah pendapat Descrates yang juga penganut rasionalis dengan
ucapannya yang terkenal “Cogito Ergo Sum”, saya berfikir maka saya ada.
Teori lain
yang diajukan Descrates adalah mengenai hubungan antara badan dan jiwa yang
disebut “interaksionalisme”. Yaitu bahwa ada hubungan antara badan dan jiwa di
suatu tempat tertentu dan menuruna ini adalah kelenjar pinealis (sebuah
kelenjar berbentuk kerucut sebesar biji kacang yang terletak dalam otak),
karena kelenjar itu merupakan satu-satunya kelenjar tunggal dan kelenjar lain
selalu berpasangan.
B. Psikologi Dipengaruhi Oleh Ilmu Pengetahuan
Perkembangan psikologi berangsur-angsur
melepaskan diri dari corak pemikiran filsafat dan mengalami perkembangan pesat.
Pesatnya itu ditandai dengan menonjolnya pengaruh ilmu pengetahuan alam
terhadap psikologi sebelum abad ke-20.[8] Pengaruh
tersebut terjadi baik secara tak langsung maupun secara langsung, baik metode
penyelidikannya, maupun materi pandangannya. Hal ini akan lebih nampak jelas
dalam bahasan sebagian aliran psikologi yang muncul pada zaman itu[9]
Dan merupakan suatu kenyataan karena pengaruh
ilmu pengetahuan alam, psikologi dapat diakui sebagai suatu ilmu yan berdiri
sendiri terlepas dari filsafat, walaupun akhirnya ternyata bahwa metode ilmu
pengetahuan alam kurang mungkin digunakan seluruhnya terhadap psikologi,
desebabkan perbedaan dalam obyeknya. Ilmu pengetahuan alam berobyekkan
benda-benda mati, sedangkan psikologi berobyekkan manusia yang hidup, sebagai
makhluk yang dianamik, makhluk berkebudayaan, makhluk yang berkembang dan dapat
berubah setiap saat.[10]
1. Psikologi Assosiasi
Aliran assosiasi merupakan pengembangan dari
empirisme pada masa Renaisans yang menguatkan studi tentang manusia. Aliran
aasosiasi merupakan bagian dari psikologi kontemporer abad 19 yang mempercayai
bahwa proses psikologi pada dasarnya adalah “assosiasi ide”. Awal mula
munculnya aliran asosiasi ini yaitu barawal dari pemikiran tentang hukum-hukum
asosiasi misalnya continguity dan similarity (John Locke, George
Berkeley, David Hume) dan cause-effect (David Hume) oleh penganut paham
empirisme. Awal mula berkembangnya aliran assosiasi yaitu dipelopori oleh James
Mill yang pendapatnya disetujui oleh John Locke.
Adapun tokoh-tokoh dari aliran assosiasi ini
ialah sebagai berikut :
a. James Mill (1773-1836). Pandangan
Mill tidak jauh berbeda dengan John Locke tentag ide, hanya disini Mill membedakan antara
peginderaan (sensation) dan ide. Penginderaan adalah hasil kontak
langsung alat indera manusia dengan
rangsangan-rangsangan yang ddatang dari luar dirinya. Ide adalah semacam
salinan atau copy dari penginderaan itu yang muncul dalam ingatan
seseorang.
b. John Stuart Mill (1806-18730). Dia
adalah seorang filsuf, ekonom, dan putra
James Mill yang merupakan seorang sejarawan, filsuf dan psikolog. Karena latar
belakang dan pendidikan ayahnya, ia pun tertarik untuk mempelajari filsafat dan
psikologi. John Stuart Mill seperti ahli-ahli terdahulu juga
banyak mempelajari persepsi dan ide. Ia menerima pendapat dari para ahli
sebelumnya bahwa persepsi dan ide (idea) adalah elemen-elemen yang sistematis
dari jiwa. Pelbagai elemen itu saling dihubungkan satu dengan yang lainnya
melalui asosiasi.[11]
2. Psikologi Unsur (Element).
Psikologi Unsur sebenarnya dapat dianggap nama lain
dari Psikologi Assosiasi, karena dalam bentuk pendapat-pemdapatnya masih
bercorak assosiatif juaga. Namun, meskipun demikian karena titik tekan
Psikologi Unsur ini pada anggapan bahwa jiwa merupakan kumpulan dari
unsur-unsur kejiwaan yang berdiri sendiri, maka beberapa ahli menggolongkannya
sebagai Psikologi Unsur yang berciri sendiri.
Adapun tokoh-tokoh aliran ini ialah John Fridrische
Harbart dan Herbart Spencer. Herbart Spencer (abad 19), adalah seorang
psikologi dan pendidikan Jerman yang menyelidiki psikologi dengan metode-metode
analitis-sintesis. Ia berpendapat bahwa jiwa terbentuk karena adanya
tanggapan-tanggapan, karena itu teori ini juga seirng disebut juga Teori
Tanggapan. Hasil dari analisa dan sintesisnya, Herbart menemukan pendapat bahwa
jiwa terdiri atas 2 lapisan, yaitu jiwa yang disadari dan jiwa yang tidak
disadari. Pada batas antara keduanya terdapat ambang kesadaran.
3. Psikologi Fisiologi
Psikologi
Fisiologi merupakan aliran psikologi lain yang juga dipengaruhi oleh ilmu
pengetahuan alam. Dikatakan sebagai aliran Fisiologi, sebab
pendapat-pendapatnya lebih berat didasarkan pada adanya kekuatan khusus dari
indera. Hal mana merupakan bidang yanh banyak dipelajari oleh Fisiologi.
Menurut
fisiologi, manusia dapat melihat sesuatu karena adanya cahaya yang masuk
kedalalm mata, lalu cahaya tersebut diterima oleh bintik-bintik kuning dalam
mata. Kemudian rangsangan cahaya tersebut diteruskan kedalama otak melalui
syaraf-syaraf mata, yang akhirnya menimbulkan kesadaran oenglihatan. Dengan
menggunakan metode seperti metode penyelidikan ilmu pengetahuan alam, Johannes
Muller telah berhasil menemukan hukum kekuatan khusus indera. Rumusannya
antara lain mengatakan bahwa masing-masing tanggapan menyebabkan timbulnya
kekuatan atau reaksi yang khusus terhadap jenis tanggapan yang diterima melalui
indera tersebut.
Tokoh lain, Weber
dan Fechner (Jerman) mendapatkan hukum yang berhubungan dengan kesadaran
penginderaan manusia, yang dikenal dengan “Hukum Weber Fechner”. Helmholz, juga
seorang tokoh aliran ini, menemukan kecepatan rangsang melalui urat syaraf
ialah 24 meter dalam setiap detik.
Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu.
1998. Psikologi Umum, Jakarta : PT Rineka Cipta
Boeree, C.
George, 2000. Sejarah Psikologi, Yogyakarta : Prismasophie
Dakir. 1993. Dasar-dasar
Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Faisal,
Sanapiah.
1986.
Dimensi-dimensi Psikologi, Surabaya : Usaha Nasional
Sarwono,
Sarlito Wirawan, 1998. Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh
Psikologi, Jakarta : Bulan Bintang
Sobur,
Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia
Tim Penyusun
MKD IAIN Sunan Ampel, 2012. Pengantar Filsafat, Surabaya : IAINSA Press
Walgito, Bimo,
2010. Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta : Andi Offset
[1]
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Pengantar Filsafat, Surabaya : IAINSA
Press, 2012, hal. 2
[2]
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta : ANDI OFFSET, 2010,
hal. 22
[3]
C. George Boeree, Sejarah Psikologi, Yogyakarta : Prismasophie, 2000,
hal. 292
[4]
Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh
Psikologi, Jakarta : Bulan Bintang, 1998, hal. 30-32
[5]
Sarlito Wirawan Sarwono, hal. 32-34
[6]
Sarlito Wirawan Sarwono, hal. 34-36
[7]
Sarlito Wirawan Sarwono, hal. 41-43
[8] Prof. Drs. Dakir, Dasar-dasar Psikologi, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,1993, hal 13
[10] Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Jakarta
: PT Rineka Cipta, 1998, hal 28
[11] Drs. Alex Sobur, M.Si, Psikologi Umum,Bandung:
Pustaka setia,2003, hal. 33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar